Penulis : Eka Lestari
Semarang memiliki kerajinan unik bernama teng-tengan yang terbuat dari material sederhana. Sebuah lampion yang memiliki bagian dalam berputar, dan menampilkan siluet berbagai bentuk saat lilin dinyalakan.
Menurut sejarah, teng-tengan awalnya bernama Dian Kurung, dibuat pada tahun 1942. Nama Dian Kurung diambil dari kata dian artinya lampu dan kurung yang artinya kurungan (sumber :ensiklopedia).
Awalnya, teng-tengan digunakan untuk menerangi jalan bagi warga ketika akan beribadah tarawih. Hingga seiring berjalannya waktu, keberadaan teng-tengan beralih fungsi menjadi kerajinan khas Semarang.
Teng-tengan terbuat dari bambu berbentuk prisma persegi delapan. Teng -tengan merujuk pada cara membawanya, yakni dengan ditenteng. Lampion ini biasa dibawa oleh anak-anak saat bulan ramadhan dengan menentengnya.
Kerajinan ini memiliki keunikan karena bagian dalam lampion bisa berputar ketika lilin dinyalakan. Sehingga menghasilkan gerakan siluet yang menampilkan bentuk yang beragam seperti hewan, kendaraan, hingga tumbuhan.
Ciri khas lampion Semarang dengan lampion lain yaitu terbuat dari bambu yang dirangkai menjadi bentuk prisma persegi delapan, dilapisi kertas dan dihiasi di bagian dalamnya.
Saat ramadhan tiba, teng-tengan menjadi salah satu hiasan yang menghiasi jalanan kota Semarang. Keberadaannya dijadikan sebagai simbol tradisi dalam menyambut bulan suci Ramadhan di kota Semarang.
Teng-tengan dulunya dimanfaatkan sebagai penerang. Seiring perkembangan zaman, berkembang menjadi lampion dengan berbagai bentuk lebih modern dan cantik, namun tetap mempertahankan ciri khasnya.
Kini, teng-tengan bahkan menjadi souvenir khas Semarang yang unik dan memiliki nilai sejarah. Saat ini keberadaan teng-tengan bisa dikatakan langka, keberadaannya makin susah ditemukan apalagi dengan jumlah pengrajin aktif yang semakin sedikit, menjadikannya terancam punah.
Meski begitu, upaya pelestarian teng-tengan oleh para pengrajin dan beberapa warga Semarang masih terus berlanjut, dengan tetap memproduksinya.